Bukti Bid'ah hasanah di zaman Khalifah

5/ 5 (99)

Bukti Bid'ah hasanah di zaman Khalifah
terbukti jika umat wahabi bukanlah mengikuti pemahaman sahabat salafus sholih karena mereka anti bid'ah hasanah
SHOLAT TARAWIH BERJAMAAH SEBULAN PENUH :
Dalam kitab Hadits Bukhari : Dari Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata: “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab (Khalifah Rasyidin) pada suatu malam bulan Ramadhan ke masjid Madinah. Didapati dalam masjid itu orang-orang sembahyang tarawih bercerai-cerai. Ada yang sembahyang sendiri-sendiri, dan ada yang sembahyang dengan beberapa orang di belakangnya. Maka Sayyidina Umar berkata, “Saya berpendapat akan mempersatukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang imam sesungguhnya lebih baik, serupa dengan sembahyang Rasulullah”. Maka beliau satukan orang-orang itu sembahyang di belakang seorang imam, namanya Ubai bin Ka’ab. Kemudian pada suatu malam kami datang lagi ke masjid, lalu kami melihat orang sembahyang berkaum-kaum di belakang seorang imam. Sayyidina Umar berkata: “Ini adalah bid’ah yang baik”. (Shahih Bukhari I – hal. 242) Hadits ini tersebut juga dalam kitab “Muwatha’ Imam Mali k, Juz I – hal. 136 – 137. Ternyatalah dari riwayat ini bahwa sembahyang tarawih berjama’ah terus menerus dalam bulan Ramadhan adalah pekerjaan bid’ah karena tidak dikenal pada zaman Nabi. Tetapi bid’ahnya menurut Sayyidina Umar, adalah baik, – bid’ah hasanah.
ADZAN SHOLAT JUM'AT :
Dari Saib bin Yazid beliau berkata: “Adalah azan di waktu Jum’at permulaannya apabila duduk Imam di ats mimbar pada zaman Nabi, pada masa Abu Bakar dan Umar ra. Ketika zaman Utsman ra. dimana orang sudah bertambah banyak maka beliau (Sayyidina Utsman) menambah azan yang ketiga di atas zaura. (HR. Bukhari – Shahih Bukhari I – halaman 116) Hadits ini menyatakan bahwa pada zaman Nabi dan masa Khalifah Abu Bakar dan Umar ra. azan waktu sembahyang Jum’at ada dua kali (satu azan dan qamat). Kemudian setelah manusia berkembang ditambah azan yang ketiga, (sekarang dinamai azan pertama) dalam sembahyang Jum’at. Dengan demikian maka azan-azan yang pertama itu adalah “bid’ah” hasanah yang diadakan oleh Khalifah Rasyidin Sayyidina Utsman, yang kita diperintahkan oleh Nabi untuk mengikutinya. Selain membukukan Qur’an, sembahyang tarawih berjama’ah terus-menerus pada bulan Ramadhan dan azan pertama pada waktu sembahyang Jum’at, ada lagi beberapa masalah agama lainnya yang diadakan oleh Khalifah-khalifah Rasyidin Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali ra. Ummat Islam diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw, supaya mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin itu. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin, berarti tidak mengikuti sunnah Nabi. Na’udzubillah!
PEMBUKUAN AL QUR'AN :
Bahwasanya Huzaifah bin Yaman datang kepada Sayyidina Utsman (Khalifah ketiga). Ketika itu Huzaifah mengepalai jihad di daerah Syam dalam memerangi Armini dan Azarbaiyan. Huzaifah sangat terkejut mendengar perbedaan-perbedaan prajurit dalam membaca Al-Qur’an. Maka datanglah Huzaifah kepada Khalifah Utsman bin Affan, lalu beliau berkata: “Hai Khalifah, buru-burulah menolong ummat Islam sebelum mereka berselisih tentang kitab suci sebagai perselisihan Yahudi dan Nashara”. Maka Sayyidina Utsman meminta kepada Siti Hafasah agar kumpulan Qur’an yang ada di tangan beliau diberikan kepadanya untuk disalin dan kemudian dikembalikan. Maka Siti Hafsah memberikan mushaf yang disimpannya itu kepada Sayyidina Utsman bin Affan yang ketika itu menjadi Khalifah ke-3. Sayyidina Utsman menunjuk empat orang sahabat untuk menyalin Qur’an itu, yaitu: 1. Zaid bin Tsabit, penulis wahyu di zaman Rasulullah, 2. Abdullah bin Zuber, 3. Said bin ‘Ash, 4. Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Dari uraian kedua hadits Bukhari nampak bahwa menuliskan Qur’an dalam satu mushaf adalah sunnah Khalifah Rasyidin yang belum dikenal pada zaman Nabi. Ini boleh juga dikatakan bid’ah, tetapi bid’ah hasanah, yaitu bid’ah yang baik. (H.R. Bukhari, lihat Fathul Bari X, hal. 390 – 396)
KENDURI MAYIT :
 riwayat dari Khalifah Umar bin al-Khatthab yang berwasiat agar disediakan makanan bagi mereka yang berta’ziyah. Al-Imam Ahmad bin Mani’ meriwayatkan:
عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ عُمَرَ رضي الله عنه يَقُوْلُ لاَ يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْ قُرَيْشٍ فِيْ بَابٍ إِلَّا دَخَلَ مَعَهُ نَاسٌ فَلاَ أَدْرِيْ مَا تَأْوِيْلُ قَوْلِهِ حَتَّى طُعِنَ عُمَرُ رضي الله عنه فَأَمَرَ صُهَيْبًا رضي الله عنه أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلاَثًا وَأَمَرَ أَنْ يُجْعَلَ لِلنَّاسِ طَعَاماً فَلَمَّا رَجَعُوْا مِنَ الْجَنَازَةِ جَاؤُوْا وَقَدْ وُضِعَتِ الْمَوَائِدُ فَأَمْسَكَ النَّاسُ عَنْهَا لِلْحُزْنِ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ. فَجَاءَ الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ مَاتَ رَسُول اللَّه صلى الله عليه وسلم فَأَكَلْنَا بَعْدَهُ وَشَرِبْنَا، وَمَاتَ أَبُو بَكْرٍ فَأَكَلْنَا بَعْدَهُ وَشَرِبْنَا، أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِنْ هَذَا الطَّعَامِ، فَمَدَّ يَدَهُ وَمَدَّ النَّاس أَيْدِيَهُم فَأَكَلُوا، فَعَرَفْتُ تَأَويل قَوله.
“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata: “Seseorang dari kaum Quraisy tidak memasuki satu pintu, kecuali orang-orang akan masuk bersamanya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia. Setelah mereka pulang dari jenazah Umar, mereka datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan. Lalu mereka tidak jadi makan, karena duka cita yang menyelimuti. Lalu Abbas bin Abdul Mutthalib datang dan berkata: “Wahai manusia, dulu Rasulullah SAW meninggal, lalu kita makan dan minum sesudah itu. Lalu Abu Bakar meninggal, kita makan dan minum sesudahnya. Wahai manusia, makanlah dari makanan ini.” Lalu Abbas menjamah makanan itu, dan orang-orang pun menjamahnya untuk dimakan. Aku baru mengerti maksud pernyataan Umar tersebut.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ dalam al-Musnad, dan dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam al-Mathalib al-‘Aliyah, juz 5 hal. 328 dan al-Hafizh al-Bushiri, dalam Ithaf al-Khiyarah al-Maharah, juz 3 hal. 289.
Kedua, riwayat dari Sayyidah Aisyah, istri Nabi SAW ketika ada keluarganya meninggal dunia, beliau menghidangkan makanan. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثُمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِيْنَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيْدٌ فَصُبَّتْ التَّلْبِيْنَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ اَلتَّلْبِيْنَةُ مُجِمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيْضِ تُذْهِبُ بَعْضَ الْحُزْنِ. رواه مسلم.
“Dari Urwah, dari Aisyah, istri Nabi SAW, bahwa apabila seseorang dari keluarga Aisyah meninggal, lalu orang-orang perempuan berkumpul untuk berta’ziyah, kemudian mereka berpisah kecuali keluarga dan orang-orang dekatnya, maka Aisyah menyuruh dibuatkan talbinah (sop atau kuah dari tepung dicampur madu) seperiuk kecil, lalu dimasak. Kemudian dibuatkan bubur. Lalu sop tersebut dituangkan ke bubur itu. Kemudian Aisyah berkata: “Makanlah kalian, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Talbinah dapat menenangkan hati orang yang sakit dan menghilangkan sebagian kesusahan.” (HR. Muslim [2216]).
betapa banyak bid’ah-bid’ah hasanah pada zaman sahabat. Bahkan Sayyidina Umar r.a. dengan terang mengatakan ini adalah bid’ah yang baik. Maka dengan demikian, pantaslah seperti imam mujtahid yang hafal ratusan ribu hadits yang membagikan 2 kelompok besar, bid’ah hasanah dan madhmumah. Dengan penjelasan hadits di atas yang dimaksud Dari potongan hadits yang ke-5 di atas dapat diambil maksud, “Ikutilah Sunnahku”, kata Nabi, “dan Sunnah Sahabatku baru”, bid’ah yang baru/menyimpang dari syari’at Islam yang baru dikatakan sesat, karena sangat banyak sekali bersangkutan dengan banyak hadits-hadits yang lain. Jika tidak asal bicara, usholli bid’ah, tahlil, maulid Nabi, yasinan sesat, baca burdah sesat. Kalau memahami hadits serampangan seperti ini semua sesat dengan sendirinya orang yang mengatakan sesat. Dia tidak merasa tiap hari melakukan kesesatan, mengapa tidak, Nabi pakai sorban, jubah, naik onta. Nah coba bayangkan sendiri, masjid pada saat itu, masjid Quba cuma dikelilingi tembok, tidak ada mihrob, menara dan sebagainya. Lebih jelas lagi sebagaimana yang termaktup hadits muslim. Juga Nabi SAW pernah berkata: Artinya : “Barangsiapa mengadakan sunnah yang bagus dalam Islam, maka diamalkan oleh orang kemudian, diberikan pahala sebagai pahala orang mengerjakan kemudian, dan tidak akan dikurangkan sedikitpun. Dan barangsiapa mengerjakan sunnah yang jelek diamalkan oleh orang, maka akan mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan kemudian, dan tidak dikurangkan sedikitpun (HR. Muslim, syarah Muslim XIV – hal. 226) Jelas sekali kita dianjurkan mengadakan sunnah hasanah (Bid’ah Hasanah), dalam hadits Muslim kita dianjurkan mengerjakan Bid’ah Hasanah asal tidak bertentangan dengan syareat Islam. 1. Rosul mendengar sandal, sahabat Bilal di surga. Dengan apa engkau mendahului aku ke surga? Bilal menjawab, aku belum pernah berwudlu baik siang maupun malam kecuali aku melanjutkan dengan sholat sunnat 2 rokaat yang aku tentukan waktunya, padahal Rosul tidak menyareatkan. ( Lihat Bukhari Muslim, (1149) (6274) ) 2. Ibnu Abbas mundur dari barisan jamaah sholat Rasulullah atas inisiatifnya sendiri. Rosul bertanya, “Kenapa kamu mundur?, Ibnu Abbas menjawab, “Tidak selayaknya seorang makmum lurus di sampingmu ya Rosul”, Nabi senang mendengar jawaban tadi sampai sekarang menjadi ketetapan. ( Imam Ahmad (3061) ) Inilah faham ahlu sunnah wal jama’ah yang selalu berpegang teguh pada sunnah Rasul dan para sahabatnya juga tabi’it tabi’in, karena mereka puluhan tahun mendampingi Rasul. Lain halnya dengan faham selain ahlu sunnah wal jama’ah, yang selalu mengagungkan Ibnu Taimiyah, pindah ke Basyrah dan Kuffah. Dihujat karena fahamnya yang ganjil-ganjil ke sana kemari. Dihukum oleh penguasa. Dan yang terakhir ini dihukum 18 bulan, sampai meninggal dunia. Dalam tahanan, faham ini yang dibeking oleh seorang Yahudi, yang bernama Abu Saud. Kerajaan Saudi pada saat itu, jadi tidak heran kalau dalilnya selalu mengambil ayat-ayat kuffar, untuk menghantam kaum muslimin pada saat itu. Ziarah kubur syirik, tawassul syirik, sholawat, dzikir syirik. Faham ini dikembangkan oleh Abd. Wahab/Wahabi, dia sudah terkontaminasi oleh orang Inggris yang bernama Mr. Hemper. Umat Islam dihantam dari dalam Islam itu sendiri. Menabur fitnah kesana kemari, tuduhan-tuduhan bid’ah, khurafat, pemurnian tauhid pada intinya mau menghapuskan syareat Islam dari dalam. Faham ini dikembangkan oleh Imam Satibi yang membid’ahkan dzikir sesudah shalat, juga berjabat tangan sesudah sholat, padahal sudah jelas, sudah termaktub di dalam hadits Bukhori. Lebih jauh lagi faham itu, dikembangkan oleh Wasil bin Athok dan Rasyid Ridho. Bahkan yang lebih ekstrim lagi menuduh Sayyidina Umar Ahli Bid’ah, akan tetapi kenapa pengikut-pengikut yang ada di Indoneisa ini rela sahabat kita tercinta dikatakan sesat, perampas kekuasaan dan sebagainya. Padahal sudah jelas firman Allah swt., “Dia dijamin masuk surga (QS. At-Taubah: 100) (“sahabat adalah Umat yang terbaik”) QS. Ali Imron: 110). Bahkan kata Nabi sahabat adalah pegangan bagi umatku (HR. Muslim). Sudah jelas kiranya kita ini termasuk golongan yang mana. 'Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a'zham (mayoritas kaum muslim) "(HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika'i, Abu Nu'aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih
HADIS SAHIH BID'AH HASANAH :
istilah " bid'ah hasanah" atau sebaik baik bid'ah ada di zaman
khalifah Umar r.a dan beliaulah yang mula mula membuat istilah
atau dengan kata lain membagi bid'ah menjadi dua. JADI ISTILAH
INI ADALAH SUNNAH KHULAFAUR ROSYIDIN.
dalam hal ini beliau bersandarkan pada sahih muslim berikut : "
dari “Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu anhu berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang memulai (hal baru)perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh
pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya
tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa
yang memulai(hal baru) perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya
sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR.Muslim [1017]).
oleh karena ini ajaran atau sunnah khulafaur Rosyidin maka umat
islam harus membenarkan dan mengikutinya berdasar hadis sahih
berikut :
“Wajib atas kalian berpegang teguh dengan ajaranku dan juga
ajaran khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah
kuat-kuat ajaran tersebut dengan gigi geraham kalian ” (HR.Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah
no. 42. sahih)
terpecah islam diakhir zaman menjadi 73 golongan adalah hal
yang pasti bahkan di akhir zaman di era imperialisme barat muncul
ajaran salafi palsu di abad 19 di RIYADH (NAJD) ajaran ini lahir dari
konfirasi yahudi dan inggris untuk menghancurkan islam dari dalam .
tentu saja sekte baru dalam islam dakwanya selalu memfitnah umat
islam bid'ah sesat musyrik kafir pada sesama umat islam dan
Rosulullah menyebut sekte baru ini AJARAN TANDUK SETAN AHLUL
FITNAH DARI NAJD.
dan inilah DAKWAH SALAFY PALSU YANG SANGAT DITAKUTKAN OLEH ROSULULLAH ,terjadinya fitnah sesat musryik kafir hingga
penghalalan darah sesama sebagaimana dalam hadis sahih berikut
Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya yang paling Aku takutkan bagi kalian
adalah seseorang yang membaca al-Quran, sehingga
ketika dia terlihat kebesarannya, pembelaannya
untuk Islam, kemudian ia terlepas dan
mencampakkannya di belakangnya, membawa pedang
kepada tetangganya dan menuduhnya syirik. Saya (Khudzaifah) bertanya: Ya
Nabiyyallah, siapaka diantaranya yang lebih berhak
pada kesyirikan, yang dituduh ataukah yang menuduh?
Rasulullah Saw menjawab: Yang menuduh" (HR Ibnu
Hibban 1/282 dari Khudzaifah,
dengan sanad yang hasan)

0 komentar